Hasil ukiran dari tanah toraja
Gusdur
Kepergian Gusdur-KH. Abdur Rahmah Wahid, membuat warga NU berduka, membuat banyak masyarakat merasa kehilangan, tapi juga membawa cerita tesendiri bagi masyarakat lainnya. Tulisan ini pun dibuat untuk mengenang sepak terjang Durrahman-Gusdur sebagai seorang politician handal sehingga membawanya menjadi Presiden IV RI dan memiliki sense of humor yang tinggi.
Pilihan memang tak banyak. Dalam sidang umum MPR 1999, hanya ada tiga nama yang mencuat hingga akhir; Habibie, Megawati, dan Abdur Rahman Wahid. Merekalah yang kemudian ditimbang untuk menjadi kandidat Presiden. Mega dijagokan partai pemenang pemilu (PDI Perjuangan).
Habibie didukung partai urutan kedua pemenang pemilu (GOLKAR), dan Durrahman diajukan oleh partai yang menempati urutan keempat (PKB). Namun kondisi ketika itu, benar-benar menguntungkan buat Gusdur, karena kontroversi presiden wanita berhembus begitu kencang sehingga partai-partai Islam lebih memilih sikap ‘asal bukan Mega’.
Sementara penolakan terhadap Habibie yang distempel sebagai antek Soeharto dan bagian dari Orde Baru tak kalah kuat hembusannya, sehingga akhirnya Habibie pun mengundurkan diri dari pencalonan presiden karena pidato pertanggungan jawabnya ditolak mayoritas anggota dewan.
Sedang kandidat lain dianggap belum memadai, maka Gusdur pun naik panggung. Semua harapan tertumpu pada kiai ini, karena pilihannya dianggap sebagai jalan keluar terbaik. Shalawat Badar langsung bergema saat penghitungan suara mendekati selesai. Angka di papan skor menunjukkan bahwa KH Abdurrahman Wahid mendapat 373 suara, sedang Megawati Soekarno Putri hanya meraih 313 suara.
Dengan angka itu Gus Dur secara aklamasi terpilih sebagai presiden, dan makin yakin lagi, ketika pimpinan sidang- Amin Rais menyatakan ‘KH Abdurrahman Wahid resmi sebagai Presiden Republik Indonesia periode 1999-2004’. Sebelum palu diketuk, Gus Dur mengintrupsi pimpinansidang.Dia tergerak angkat bicara untuk mempertimbangkan dampak psikologis massa, terutama massa PDI Perjuangan yang ketika itu sedang berunjuk rasa di beberapa tempat di ibu kota.
Bagi Gus Dur kemenangan dirinya adalah kemenangan demokrasi, bahkan ia menyamakannya sebagai kemerdekaan kedua. Dalam intrupsinya itu Gusdur mengatakan, ‘ Dari sini saya dan mbak Mega akan pergi ke Semanggi dan Hotel Indonesia untuk menenangkan. Dan dari sana saya akan ke pak Habibie, karena bagaimanapun juga ia adalah saudara kita’.
Ucapan Gus Dur itu ternyata mampu membuat suasana yang demikian riuh di gedung dewan atas kemenangannya menjadi sunyi. Gus Dur menangkap sinyal, bahwa apabila kegembiraan itu terus berlanjut, sementara di luar suasana sedang memanas, khususnya kelompok yang fanatik Megawati yang sudah berkumpul sejak pagi di Bundaran HI, yang terus berupaya masuk ke gedung DPR.
Satu dua hari pemerintahan Gus Dur bergerak, semua orang berharap banyak. Namun makin berputar roda pemerintahannya, satu persatu harapan yang dulu digantungkan mulai berguguran. Pemberantasan KKN yang menjadi amanat reformasi ternyata tidak berjalan. Malah praktek ini kian menjadi-jadi. Mencuatnya kasus Bulog, Brunei Gate, dan bahkan muncul geger perselingkuhan, ditambah lagi kondisi perekonomian yang tak kunjung membaik.
Mereka yang dulu mendukung, kini mulai berbalik, terlebih setelah satu demi satu menterinya dipereteli dengan alasan yang sumir.Yang tak kalah serunya, presiden Gus Dur sebelum mencopot menteri-mentrinya, beliau lebih dulu membuat pernyataan-pernyataan yang membuat geger negri ini.
Dan pernyataan nya itu pun dinyatakan dari luar negri, Pretoria- Afrika Selatan, dari Davos Swiss, Daftar orang yang kecewa pada diri Gus Dur makin hari makin panjang. Kekecewaan itu pun terakumulasi, apalagi setelah dugaan Gus Dur tersangkut skandal Bulog, DPR pun melayangkan memorandum, mahasiswa kembali turun kejalan.
Selain katanya cerdik dalam berpolitik, Gus Dur juga piawai dalam menciptakan lelucon. Humor-humornya diakui cukup ampuh mencairkan berbagai ketegangan, apalagi ketegangan politik. Dikalangan nahdiyin, Gus Dur dikenal sebagai kiai yang humoris, ia banyak memiliki cerita lucu, terutama dari khazanah pesantren.
Menurut Hermawan Sulistyo, pengamat politik LIPI; dalam konteks konflik politik, humor bisa mengurang tensi kekerasan dan konflik, bisa menjadi penawar agar tidak terjadi ketegangan yang berlarut-larut. Hal senada diaminkan oleh budayawan Muhammad Sobari, katanya, humor dan politik tidak bisa dipisahkan.
Satu persoalan yang begitu penting bisa diselesaikan lewat humor. Selain itu, dalam konteks kekuasaan, humor juga bisa mendekatkan jarak antara penguasa dengan rakyat. Namun Sobaru juga menggaris bawahi, bukan berarti segalanya harus dengan humor. Humor itu penting, tapi jangan dilebih-lebihkan, karena bisa menimbulkan kekacauan.
Dan Gus Dur sendir memiliki humor yang rada menyentil tentang Soeharto dan Habibie seperti penulis kutip dari majalah Panji Masyrakat No. 29 tahun 1999 berikut ini : 1. Tentang Soeharto : Satu kali Soeharto naik kuda melewati sungai yang airnya deras. Karena takut air, kuda itu melompat dan Soeharto pun jatuh ke sungai dan hanyut.
Sementara pembantunya tak mampu menolong. Hingga di suatu tempat, ada seorang pengail yang melihat lalu menolongnya. “Anda sangat berjasa telah menolong saya. Tahukan anda siapa saya ?”, kata Soeharto kepadapengailitu.Pengailmenjawab, “Tidak , memangnya bapak siapa?” jawab si pengail.
“Saya Soeharto, Presiden Republik Indonesia. Karena anda telah membantu menyelamatkan jiwa presiden bangsa anda, maka anda layak dapat hadiah. Nah, anda mau minta apa?” Tanya Soeharto. “Cuma satu pak” kata si pengail, “Tolong jangan ceritakan kepada siapa-siapa kalau saya telah menolong bapak”.
Sebuah guyon untuk menggambarkan betapa diktatornya rezim Soeharto saat itu sehingga menolong pun orang takut ketahuan.
2. Humor Gus Dur soal Habibie, ujungujungnya tak lepas dari soal pesawat. Suatu ketika, Gus Dur berkunjung ke Habibie, sekedar basa basi pembuka, Gus Dur bertutur soal perjalanannya ke luar negri. Dia mengajak seorang pemuda NU yang seumur-umur belum pernah naik pesawat. Tiba di bandara di negara tujuan, si pemuda terheran-heran melihat pesawat yang begitu besar.
Eh, mendengar ‘sayap’ disebut-sebut, Habibie yang ahli pesawat itu langsung menyambar. Hampir dua jam Gus Dur dikuliahi soal sayap pesawat. ‘Enaknya saya, pak Habibie tidak tahu persis saya mendengarkan penuh atau tidur,” kata Gus Dur seraya terkekeh-kekeh. Dan satu lagi tentang pesawat Habibie : Sebuah pesawatasingmemasukiwilayahudara Irak. Para jenderal melapor ke presiden Saddam Husein.
“Pak presiden, ada pesawat tak teridentifikasi, tetapi tampaknya pesawat Indonesia, apakah kita tembak saja?” Presiden menjawab, “Tak perlu” Kemudian para jenderal menyahuti, “Apa karena Indonesia negara muslim atau merasa bersahabat dengan Indonesia”. “Nggak ada hubungannya dengan itu. Sayang buang- buang tenaga.
Ndak usah ditembak, pesawat itu akan jatuh sendiri kok” Kata presiden Saddam. Demokrasi, Pluralisme, toleransi, kebebasan, itulah tema-tema pokok yang selalu disuarakan KH Abdurrahman Wahid sebelum menjadi presiden ke 4 RI. Ditambah minatnya yang besar terhadap sastra, budaya, sejarah dan film, ia adalah kosmopolit, kata orang yang mengaguminya. Ia juga adalah orang yang tampak enak ngobrol dengan para pemimpin dunia, sejak Raja Fahd, Bill Clinton, Fedel Castro, sampaiSimon Perez PM Israel, kata mereka.
Tapi disisi lain, Gus Dur adalah sosok yang juga sulit dipisahkan dari dunia mistis. Senang mengunjungi kuburan orang-orang keramat, dan sarat dengan prediksi-prediksi, membuat pernyataan-pernyataan miring dengan tuduhan ‘si anu pengacau, biang kerok, koruptor dengan memberi inisial ‘anu, ana’, yang pada gilirannya, membuat orang yang memiliki inisial itu menjadi gerah.
Tetapi setelah kemudian dikonfirmasi kepada nya, Gus Dur selalu menyatakan hal yang berbeda. Tidak cuma itu, Gus Dur pun suka melempar kesalahan pada orang lain dengan katakata, “lha, bukan salah saya”, dan menggampangkan masalah dengan ucapan, ‘Gitu aja kok repot’.
Sekarang setelah kepergiannya, orang ramai membicarakannya, dan sebagain kecil mendesak pemerintah untuk memberi gelar pahlawan kepadanya. Semudah itukah gelar pahlawan diberikan kepada seseorang ? Sudah cukupkah kriteria Gus Dur untuk menerima gelar itu? Apakah jika orang bisa bicara demokrasi, pluralisme, dan ngomong seenaknya, tapi menyakitkan orang lain, punya massa yang besar, lalu mendapat gelar pahlawan?
Umat Islam dunia pasti masih sakit hati, ketika Gus Dur konon pernah menyatakan, al Qur’an adalah kitab porno. Bicara soal demokrasi, Gus Dur sendiri sebenarnya bukanlah seorang demokrat sejati. Bahkan boleh jadi, Gus Dur adalah seorang yang otoriterian, mau menang sendiri, merasa dirinya yang paling benar. Harus ada kriteria yang jelas, bagi seseorang sehinggaiabisadiberigelarsebagaipahlawan nasional, dan itu harus lewat undang undang.
Date
S | S | R | K | J | S | M |
---|---|---|---|---|---|---|
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | ||
6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 |
13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 |
20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 |
27 | 28 | 29 | 30 | 31 |
Tinggalkan komentar
Comments feed for this article